Hizbut Tahrir bukan hizbut takfir, bukan kelompok kafir / sesat

Hizbut Tahrir berpendapat demokrasi adalah sistem kufur, tetapi bukan berarti seluruh pelaku dan aktivitas di dalamnya kufur. Yang kufur hanyalah yang sengaja mengabaikan atau bahkan mengharamkan yang wajib, atau membiarkan atau bahkan mewajibkan yang haram, karena meyakini manusia modern lebih tahu urusannya daripada Allah dan Rasul-Nya.

Adapun Hizbut Takfir berpendapat demokrasi adalah sistem kufur, dan seluruh pelaku dan aktivitas di dalamnya kufur. Karena itu, yang kufur adalah semua aturan yang dibuat oleh parlemen, termasuk aturan lalu lintas yang mewajibkan helm; yang kufur juga seluruh aparat negara dan pendukungnya termasuk seluruh politisi, polisi, PNS dan para ustadz yang mendekati pemerintah, juga seluruh aktivitas terkait demokrasi seperti demonstrasi dan pemilu.

Hizbut Tahrir tidak sepakat dengan generalisasi Hizbut Takfir itu. Menjadi PNS atau polisi adalah mubah, selama mereka tidak melakukan hal yang secara syar'i memang haram. Sebagai contoh: PNS yang menjadi guru matematika misalnya, tidaklah melakukan suatu keharaman. Polisi yang mengatur lalu lintas, atau menangkap pencopet, tidaklah melakukan keharaman, jadi hukumnya tetap mubah. Yang haram adalah aktivitas PNS guru yang mengajarkan baiknya menabung dengan mendapat bunga (riba), atau aktivitas polisi yang menghukum polwan bawahannya karena memakai jilbab. Adapun status PNS atau polisinya sendiri tidak otomatis menjadi haram. Bahkan untuk penguasa tertingginya sendiri tidak otomatis kufur. Kalau dia tidak menerapkan hukum Islam karena bodoh, takut atau malas, barangkali dia hanya jatuh pada status fasiq. Kalau dia tidak menerapkan hukum Islam karena punya kepentingan pribadi atau golongan, barangkali dia hanya jatuh pada status dzalim. Baru kalau dia meyakini bahwa manusia modern dan parlemennya lebih tahu urusannya daripada Allah dan Rasul-Nya, jatuhlah dia pada status kafir. Dan itu harus kita ketahui dari pernyataannya yang terang-terangan tanpa ada syubhat sama sekali.

Oleh karena itu, para syabab Hizbut Tahrir harus mampu memahami persoalan ini dengan jernih. Tidak menyerupakan dirinya dengan Hizbut Takfir, yang akibatnya menjadi pembenaran bagi pihak-pihak yang tidak menyukainya untuk memojokkan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti:
Mengkufurkan demokrasi koq jadi PNS?
Mengkufurkan demokrasi koq demonstrasi?
Mengkufurkan demokrasi koq datang ke parlemen minta RUU diubah?
Mengkufurkan demokrasi koq tinggal di negara demokrasi?
dst.
Tidak usah bingung.
Mereka itu yang confuse antara Hizbut Tahrir dan Hizbut Takfir.

Sebelum hijrah, rasulullah dulu menolak kekufuran sistem jahiliyah, seraya tetap tinggal di negeri jahiliyah Makkah, sambil terus mendakwahkan Islam. Beberapa shahabat Nabi di Makkah dibiarkan terus bekerja (selama pekerjaan mereka halal) pada majikan kafir yang memusuhi Nabi, Mereka juga melakukan masyirah (demonstrasi unjuk rasa) ke depan ka'bah. Dan mereka juga mendatangi para pemimpin Quraisy untuk menyeru kepada hal-hal yang diperintahkan Islam, sekalipun pemimpin Quraisy itu menentang Islam secara keseluruhan.

Oleh : Prof. Fahmi Amhar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel