Hizbut Tahrir, Khawarij ?
Saturday, January 21, 2017
Edit
Soal : Siapakah sebenarnya kaum Khawarij? Benarkah Hizbut Tahrir termasuk Khawarij? Apakah perjuangan yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir sama dengan apa yang telah dilakukan oleh kaum Khawarij?
Jawab :
Jawab :
Khawarij mempunyai beberapa sebutan. Kadang disebut Haruriyyah karena mereka keluar di suatu tempat yang bernama Harura’. Mereka juga disebut warga Nahrawan, karena Imam Ali memerangi mereka di sana. Di antara kelompok Khawarij ada yang beraliran Abadhiyyah, yaitu para pengikut Abdullah bin Abadh; ada juga yang beraliran Azariqah, yaitu para pengikut Nafi’ bin al-Azraq, dan aliran an-Najadat, yaitu para pengikut Najdah al-Haruri. Merekalah kelompok yang pertama kali mengkafirkan kaum Muslim karena sejumlah dosa. Karenanya, mereka juga telah menghalalkan darah kaum Muslim. Mereka mengkafirkan Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan siapa saja yang loyal kepada keduanya. Mereka telah membunuh Ali bin Abi Thalib setelah menyatakan bahwa beliau halal untuk dibunuh. Secara umum mereka berpandangan bahwa status orang hanya ada dua, Mukmin atau kafir. Mukmin adalah siapa saja yang telah melakukan semua kewajiban dan meninggalkan keharaman. Siapa saja yang tidak seperti itu berarti kafir, ia kekal di dalam neraka. Mereka pun kemudian memvonis kafir siapa saja yang berbeda dengan pandangan mereka. Mereka menyatakan bahwa Utsman dan Ali telah berhukum pada selain hukum yang diturunkan oleh Allah dan zalim. Karena itu, mereka kafir.[1] Bahkan, sekte an-Najadat tegas menolak kewajiban mengangkat imam atau khalifah.[2] Berdasarkan fakta-fakta di atas, jelas sekali perbedaan Khawarij dengan Hizbut Tahrir, antara lain:Pertama, dalam masalah iman dan kufur, Hizbut Tahrir berpegang pada prinsip pembuktian yang qath‘i (al-burhân al-qâthi‘). Karena itu, Hizbut Tahrir tidak dengan mudah memvonis orang Islam dengan vonis kafir.[3] Kedua, Hizbut Tahrir juga berkeyakinan bahwa umat Islam saat ini masih memeluk akidah Islam, betapapun kotor dan rapuhnya akidah tersebut. Dengan kata lain, Hizbut Tahrir tidak pernah menganggap umat ini tidak lagi berakidah Islam, karena anggapan seperti justru sangat berbahaya, dan membahayakan.[4] Karena itu, Hizbut Tahrir tidak pernah menghalalkan darah kaum Muslim sehingga boleh dibunuh. Bahkan, tumpahnya darah seorang Muslim dianggap masih jauh lebih berharga ketimbang dunia dan seisinya, sebagaimana sabda Nabi saw.:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ.
Sesungguhnya hilangnya dunia (dan seisinya) benar-benar lebih ringan bagi Allah ketimbang terbunuhnya seorang Muslim. (HR at-Tirmidzi).
Ketiga, Hizbut Tahrir menyatakan bahwa semua Sahabat adalah adil (kullu ash-Shahâbah ‘udul). Meski seorang Sahabat bisa saja berbuat salah, hal itu tetap tidak akan menghilangkan status keadilannya.[5] Apatah lagi, memvonis Sahabat dan para pengikutnya dengan vonis kafir. Na‘ûdzu billâh.
Keempat, Hizbut Tahrir juga menyatakan bahwa Utsman dan Ali sebagai kepala negara Islam tetap berhukum pada hukum yang diturunkan oleh Allah. Adapun kasus tahkîm yang terjadi antara Ali dan Muawiyah, yang masing-masing mengangkat Abu Musa al-Asy‘ari dan Amr bin al-Ash, justru untuk menjalankan perintah Allah dalam masalah tahkîm, bukan sebaliknya.
Kelima, dalam konteks pengangkatan imam dan khalifah, termasuk di dalamnya kewajiban menegakkan Khilafah,[6] jelas Hizbut Tahrir sangat berbeda dengan sekte an-Najadat, yang dengan tegas menolak kewajiban tersebut.Tinggal satu masalah, apakah tindakan Hizbut Tahrir menasihati penguasa dan mengkritik kebijakan mereka secara terbuka sama dengan tindakan kaum Khawarij? Tentu tidak. Kaum Khawarij, sebagaimana namanya, adalah mereka yang melawan para penguasa (Khalifah) yang nyata-nyata menjalankan hukum Allah, bukan para penguasa yang tidak menjalankan hukum Allah. Sebaliknya, Hizbut Tahrir menasihati penguasa dan mengkritik kebijakan mereka secara terbuka justru karena mereka tidak mau tunduk dan patuh pada hukum Allah. Umumnya, mereka adalah para penguasa boneka dan kaki tangan negara penjajah, pengkhianat Allah dan Rasul-Nya, serta seluruh kaum Muslim.
Dalam melakukan misinya, kaum Khawarij menggunakan cara-cara fisik dan kekerasan, bahkan sampai membunuh lawannya, sebagaimana yang mereka lakukan terhadap Ali bin Abi Thalib. Sebaliknya, Hizbut Tahrir, sebagai entitas intelektual, tidak pernah menggunakan cara-cara tersebut. Sekalipun para anggotanya banyak yang telah dianiaya, dizalimi dan dibunuh di dalam penjara-penjara para penguasa despot, Hizbut Tahrir tetap hanya menjalankan aktivitas intelektual dan politik; tanpa sedikitpun menggunakan cara-cara kekerasan, apalagi anarkis. Semua itu dilakukan bukan karena tidak berani atau tidak mampu, tetapi semata-mta karena Hizbut Tahrir berpegang teguh pada garis perjuangan Nabi saw. dan tidak ingin menyimpang sedikitpun, meski hanya seutas rambut.
Lalu, dari mana Hizbut Tahrir dan aktivitasnya disamakan dengan Khawarij, padahal keduanya berbeda sama sekali? Ataukah mereka yang membuat tuduhan itu memang tidak paham tentang Khawarij dan juga Hizbut Tahrir? Atau mungkin mereka paham, tetapi sengaja melakukan penyesatan, karena ada pesanan, sehingga bisa membuat analogi yang sama sekali keliru, yang bahkan membuktikan rendahnya kadar intelektualitas mereka? Wallâhu a‘lam. [HAR]
[1] Lihat, Ibn Taymiyyah, Majmu’ al-Fatawa, juz VII, bab Akidah.
[2] Lihat, Ibn Hazm, al-Fashl fi al-Milal wa an-Nihal, juz IV, hal. 87; as-Syahrastani, Nihayat al-Iqdam, hal. 482; Ibn Khaldun, Muqaddimah, juz II, hal. 133; al-Iji, al-Mawaqif, juz VIII, hal. 345; al-Amidi, Ghayat al-Maram, hal. 364; ar-Razi, al-Mahshal, hal. 181; dan as-Syaukani, Nail al-Authar, juz VIII, hal. 265.
[3] Taqiyuddin an-Nabhani, as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz I, bab al-’Aqidah wa al-Hukm as-Syar’i.
[4] Hizbut Tahrir, Nida’ al-Harr, Min Mansyurat Hizb at-Tahrir, t.t., hal.
[5] Taqiyuddin an-Nabhani, as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz I,
[6] Taqiyuddin an-Nabhani, as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, cet. V, edisi Mu’tamadah, 2003, juz II, hal. 13.
Ketiga, Hizbut Tahrir menyatakan bahwa semua Sahabat adalah adil (kullu ash-Shahâbah ‘udul). Meski seorang Sahabat bisa saja berbuat salah, hal itu tetap tidak akan menghilangkan status keadilannya.[5] Apatah lagi, memvonis Sahabat dan para pengikutnya dengan vonis kafir. Na‘ûdzu billâh.
Keempat, Hizbut Tahrir juga menyatakan bahwa Utsman dan Ali sebagai kepala negara Islam tetap berhukum pada hukum yang diturunkan oleh Allah. Adapun kasus tahkîm yang terjadi antara Ali dan Muawiyah, yang masing-masing mengangkat Abu Musa al-Asy‘ari dan Amr bin al-Ash, justru untuk menjalankan perintah Allah dalam masalah tahkîm, bukan sebaliknya.
Kelima, dalam konteks pengangkatan imam dan khalifah, termasuk di dalamnya kewajiban menegakkan Khilafah,[6] jelas Hizbut Tahrir sangat berbeda dengan sekte an-Najadat, yang dengan tegas menolak kewajiban tersebut.Tinggal satu masalah, apakah tindakan Hizbut Tahrir menasihati penguasa dan mengkritik kebijakan mereka secara terbuka sama dengan tindakan kaum Khawarij? Tentu tidak. Kaum Khawarij, sebagaimana namanya, adalah mereka yang melawan para penguasa (Khalifah) yang nyata-nyata menjalankan hukum Allah, bukan para penguasa yang tidak menjalankan hukum Allah. Sebaliknya, Hizbut Tahrir menasihati penguasa dan mengkritik kebijakan mereka secara terbuka justru karena mereka tidak mau tunduk dan patuh pada hukum Allah. Umumnya, mereka adalah para penguasa boneka dan kaki tangan negara penjajah, pengkhianat Allah dan Rasul-Nya, serta seluruh kaum Muslim.
Dalam melakukan misinya, kaum Khawarij menggunakan cara-cara fisik dan kekerasan, bahkan sampai membunuh lawannya, sebagaimana yang mereka lakukan terhadap Ali bin Abi Thalib. Sebaliknya, Hizbut Tahrir, sebagai entitas intelektual, tidak pernah menggunakan cara-cara tersebut. Sekalipun para anggotanya banyak yang telah dianiaya, dizalimi dan dibunuh di dalam penjara-penjara para penguasa despot, Hizbut Tahrir tetap hanya menjalankan aktivitas intelektual dan politik; tanpa sedikitpun menggunakan cara-cara kekerasan, apalagi anarkis. Semua itu dilakukan bukan karena tidak berani atau tidak mampu, tetapi semata-mta karena Hizbut Tahrir berpegang teguh pada garis perjuangan Nabi saw. dan tidak ingin menyimpang sedikitpun, meski hanya seutas rambut.
Lalu, dari mana Hizbut Tahrir dan aktivitasnya disamakan dengan Khawarij, padahal keduanya berbeda sama sekali? Ataukah mereka yang membuat tuduhan itu memang tidak paham tentang Khawarij dan juga Hizbut Tahrir? Atau mungkin mereka paham, tetapi sengaja melakukan penyesatan, karena ada pesanan, sehingga bisa membuat analogi yang sama sekali keliru, yang bahkan membuktikan rendahnya kadar intelektualitas mereka? Wallâhu a‘lam. [HAR]
[1] Lihat, Ibn Taymiyyah, Majmu’ al-Fatawa, juz VII, bab Akidah.
[2] Lihat, Ibn Hazm, al-Fashl fi al-Milal wa an-Nihal, juz IV, hal. 87; as-Syahrastani, Nihayat al-Iqdam, hal. 482; Ibn Khaldun, Muqaddimah, juz II, hal. 133; al-Iji, al-Mawaqif, juz VIII, hal. 345; al-Amidi, Ghayat al-Maram, hal. 364; ar-Razi, al-Mahshal, hal. 181; dan as-Syaukani, Nail al-Authar, juz VIII, hal. 265.
[3] Taqiyuddin an-Nabhani, as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz I, bab al-’Aqidah wa al-Hukm as-Syar’i.
[4] Hizbut Tahrir, Nida’ al-Harr, Min Mansyurat Hizb at-Tahrir, t.t., hal.
[5] Taqiyuddin an-Nabhani, as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz I,
[6] Taqiyuddin an-Nabhani, as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, cet. V, edisi Mu’tamadah, 2003, juz II, hal. 13.